Kamis, 19 Februari 2009

Istri Manja

Seorang teman bercerita kepada saya perihal peran seorang istri. Ini diceritakannya kepada saya karena sebuah pengalaman nyata yang dialaminya. Dan dia, merasa perlu menceritakan ini semua kepada saya. Berikut pengalaman teman tersebut.
Dalam sebuah kesempatan, saya diajak teman bermalam ke rumahnya. Saya kagum sekali dengan keluarga teman saya tersebut. Mereka adik beradik semua berprestasi. Ayah mereka seorang pedagang yang tekun dan ulet. Bisa dikatakan cukup sukses untuk ukuran sekarang ini. Sementara Ibunya seorang PNS di sekolah negeri. Sungguh beruntung saya pikir demikian.
Rasa kagum saya memndadak berubah ketika pagi harinya. Yang saya dapati kesibukkan rumah tangga bukan dijalani oleh Ibu teman saya itu.melainkan oleh Ayahnya.
Saya lihat semuanya.
Dari menanak nasi, masak air, membuat sambal. Bahkan hingga sarapan pagi teman saya beserta saudara-saudaranya, Ayahnya semua yang mengerjakan. Dan yang membuat saya lebih terkejut, Ayahnya juga yang menyuapin saudara-saudara teman saya tersebut dan juga untuk urusan menyisir rambut dan mengepangnya pun dilakoni oleh Ayahnya.
Di manakah sang istri?
Di manakah ibunya?
Di manakah ratu rumah tangga tersebut?
Saya dapati Ia sedang bersiap-siap untuk pergi mengajar. Sudah begitu Ia minta segera diantar oleh Ayah karena takut terlambat. Sekilas saya mendapati mimik tidak senang dari Ayahnya. Astagfirullah.. Apakah dunia sudah terbalik.
Sorenya saya berkesempatan mengobrol dengan Ibu teman saya tersebut. Dalam obrolan tersebut Ia selalu memuji-muji suaminya yang mau turun ke dapur. Bangga sekali dia. Saya geli mendengarnya. Tidak ada perasaan malu dengan perkataannya sendiri. Malahan bangga yang sangat luar biasa.
Istri mencari nafkah saya fikir sah-sah saja. Namun, hendaknya Ia mampu menempatkan mana pekerjaan dan mana yang bukan pekerjaan. Mengurusi rumah tangga adalah urusan penuh seorang istri. Dari membuat sarapan, menyiapkan bekal anak, urusan sekolah anak, perkembangan anak sepatutnyalah seorang ibu yang lebih cekatan. Sebab seorang Ayah tentu sudah cukup lelah dengan mencari nafkah di luar. Tentu di rumah ada keinginannya untuk berleha-leha setiba di rumah.
Betapa menyedihkan perasaan seorang suami begitu pulang kerja justru tidak dijumpainya sesuatu pun untuk di makan. Atau seorang anak yang pulang sekolah berjalan panas-panas. Dan ketika pulang hanya nasi putih yang dijumpainya di magik jer. Sungguh malang.
Duhai para istri.
Duhai para ibu.
Bangunlah.
Bangkitlah.
Sadarlah.
Surga ada di telapak kakimu.
Seribu malaikat di langit dan bumi mendoakanmu.
Renggutlah berkah itu.
Gapailah kenikmatan itu.
Jangan diperturut rasa malas dan manja itu. Buatlah setan-setan menangis dengan ketekunanmu dalam mengurus rumah tangga. Jangan sebaliknya. Membiarkan setan-setan tertawa penuh kemenangan karena kemalasanmu. Kemanjaanmu.Astagfirullah.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar